Tarik Ulur Revisi Perda Miras di Kota Yogya, FUI Desak Segera!

Ilustrasi: Spanduk FUI DIY tentang Peredaran Miras di Kota Yogyakarta. (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Perjuangan Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) DIY dalam turut memerangi peredaran minuman beralkohol atau Minuman Keras (Miras) sebagai wujud dari amar ma’ruf nahi munkar, tidak berhenti pada penutupan puluhan gerai maupun outlet-outlet penjual miras sebagaimana yang dilakukan oleh Kepolisian bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saja, baru-baru ini.

Mengingat, masih banyak keluh kesah warga terkait peredaran miras di lingkungan mereka yang salah satunya diadukan kepada Satuan Tugas (Satgas) Antimiras FUI DIY.

Humas FUI DIY, Yuyun Afnan menyebut, sedikitnya telah ada 40 laporan pengaduan yang masuk sejak satgas dibentuk pada 31 Oktober 2024 lalu.

“Kebanyakan masyarakat menginformasikan tempat-tempat yang menjual Miras secara terang-terangan maupun secara tertutup atau sembunyi-sembunyi. Mereka diminta menyembunyikan identitasnya,” ungkap Yuyun, di DPRD Kota Yogyakarta, pada 13 November 2024.

Selain itu, ada juga laporan tentang tempat-tempat penjualan miras yang sudah disegel, tetapi beberapa hari kemudian melakukan transaksi penjualan miras.

Satu diantaranya, aduan dari warga di Kemantren Gedongtengen, Kota Yogyakarta, pada 1 November 2024. Berdasarkan surat aduan yang ditujukan salah satunya kepada Ketua FUI DIY itu, warga mengungkapkan ada kafe yang menjual miras dan menjadi tempat tongkrongan sembari minum miras di malam hari sehingga mengganggu ketenteraman warga sekitar. Padahal, kafe yang ramai tersebut berdiri di atas lahan sengketa, dan diduga melanggar aturan perizinan. Namun warga merasa takut untuk mengingatkan karena banyak preman di sana sehingga mereka meminta agar pihak-pihak terhait bisa menertibkan atau pun menghentikan kegiatan operasional kafe itu.

Kondisi yang memprihatinkan tersebut mendorong FUI DIY mendatangi para wakil rakyat di kantor DPRD Kota Yogyakarta, pada 13 November 2024. Mereka melakukan audiensi dengan para anggota dewan untuk mendesak agar Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) guna merevisi Perda No 7 Tahun 1953 tentang Izin Penjualan dan Pemungutan Pajak atas Penjualan Minuman Keras yang dinilai tak lagi relevan untuk diimplementasikan di masa sekarang.

“Jangan sampai ditunda-tunda lagi… karena ini urgent untuk segera dibahas dan disahkan,” tegas Yuyun saat audiensi.

Wakil Ketua DPRD Kota Yogya Pesimis Perda Miras Bisa Dibahas Tahun 2024

Menanggapi desakan tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Triyono Hari Kuncoro berpandangan bahwa keresahan terkait peredaran Miras tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, tetapi juga para anggota dewan karena mereka juga memiliki anak-anak yang rentan terhadap konsumsi miras.

“Ini tidak hanya umat Islam saja yang merasakan keresahan tersebut,” anggapnya.

Audiensi FUI DIY dengan DPRD Kota Yogyakarta, pada 13 November 2024. (dok. kabarkota.com)

Hanya saja, Kuncoro juga menyampaikan, kemungkinan pembahasan Raperda Miras di Kota Yogyakarta baru bisa dilaksanakan pada tahun 2025 mendatang. Mengingat, saat ini sudah mendekati akhir tahun 2024. Sementara proses untuk pembahasan hingga pengesahan Perda relatif panjang sehingga membutuhkan waktu cukup lama.

Alasan lainnya, menurut Kuncoro, setiap pembahasan Perda harus didampingi oleh bagian hukum, yang mereka juga dibatasi waktu untuk memberikan fasilitasi. Akhir bulan November ini menjadi batas akhir mereka.

“Kami melihat, secara tatakala waktu, Perda tersebut hampir tidak mungkin selesai di akhir tahun 2024 ini,” tutur Kuncoro.

FUI Desak DPRD Lakukan Percepatan Pengesahan Perda Miras

Namun, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Hidayatullah, Hersona menyatakan bahwa masyarakat tidak bisa menunggu lama terkait proses pembahasan Raperda tersebut di DPRD Kota Yogyakarta. Terlebih, selama ini, terjadi lempar-lemparan tanggung jawab antara pemerintah yang disuguhkan secara gamblang di ruang publik, melalui pemberitaan di berbagai media.

“Jadi kalau bisa, mohon prosesnya dipercepat,” pintanya.

Lebih lanjut Hersona juga meminta agar ada solusi terbaik untuk mengatasi persoalan peredaran miras, di sela kekosongan hukum. Terlebih sebelumnya, Gubernur DIY telah mengeluarkan Instruksi Gubernur yang memerintahkan agar Pemerintah Kabupaten/Kota segera melakukan penanganan peredaran Miras di DIY.

Hal senada juga disampaikan Jamilah Syukri Fadholi dari Persatuan Mak-Mak Indonesia (PMMI) yang mengaku sangat resah dengan dampak buruk dari peredaran Miras di masyarakat. Diantaranya kasus klitih, dan penusukan terhadap dua santri Krapyak di Prawirotaman yang keduanya berawal dari konsumsi minuman beralkohol.

“Kami ingin waktu pembahasan Perda dipersingkat,” harap Jamilah.

Sedangkan Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) FUI DIY, M. Akhid Subianto memaparkan, berdasarkan hasil temuan di lapangan, ada juga pergeseran penjualan miras dari outlet ke kafe-kafe. Termasuk, pemesanan bisa dilakukan secara online.

“Kami khawatir, setelah diatur dengan Perda, mereka masih bisa mengakali dengan tidak lagi membuka outlet tetapi tetap menjual miras di kafe-kafe,” ucapnya.

Celah Hukum Pembahasan Perda Miras di Tahun 2024

Sementara itu, Wakil Ketua Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) DPRD Kota Yogyakarta, Tri Waluko Widodo menjelaskan, revisi Perda Miras awalnya diusulkan oleh Pemkot Yogyakarta pada tahun 2022Mengingat, pada saat itu banyak kasus kematian warga usai menegak miras oplosan. Selain itu, Pemkot juga sempat berkali-kali menutup satu kafe yang menjual Miras di Kota Yogyakarta.

Kemudian, pihaknya mengupayakan agar revisi Perda tersebut masuk di Propemperda tahun 2023. Namun, di akhir tahun menjelang akhir tahun, Rapat Paripurna DPRD Kota Yogyakarta memutuskan menunda pembahasannya, dengan dalih telah memasuki tahun politik. Sebagian anggota dewan sibuk dengan persiapan jelang Pemilu 2024. Selain itu, pro dan kontra juga masih bergulir. Padahal, pihaknya berharap, Perda yang disahkan nantinya benar-benar bisa menyempurnakan Perda sebelumnya.

“Raperdanya sudah disusun. Hanya saja, kami harus menyelaraskannya dengan UU Cipta Kerja terkait dengan perizinan perusahaan,” ungkap Widodo.

Lalu, Widodo yang ketika itu sebagai Ketua Propemperda kembali meminta agar pembahasan revisi Perda kembali menjadi prioritas di tahun 2024 sehingga masuk lagi di Propemperda, dan sesuai tatakalanya, Perda semestinya dibahas di Triwulan akhir tahun ini. Hanya saja, pihaknya masih mencermati materi Raperda. Mengingat, masih ada satu problem yang belum bisa diantisipasi dan diatasi, yakni peredaran miras secara online.

“Kita harus mempunyai solusi untuk penjualan miras secara online yang dimasukkan dalam Perda,” tegasnya. Sebab, Perda ini nantinya akan menjadi pegangan bagi Satpol PP dalam melaksanakan tugas penegakan di lapangan.

Selain itu, Perda ini nantinya akan memasukkan larangan penjualan Miras oplosan, serta mengatur terkait perizinan yang menjadi kewenangannya Pemkot guna menutup celah kepemilikan tempat penjualan miras oleh satu orang, hanya dengan mengantongi satu Nomor Induk Berusaha (NIP) dari Lembaga Online Single Submission  (OSS), yang merupakan kepanjangan tangan Pemerintah Pusat.

Sedangkan terkait waktu, Widodo menambahkan, memang ada Surat Pemda DIY tertanggal 2 Juli 2024, perihal fasilitasi Raperda, Raperkada, dan Raper DPRD Tahun 2024, mengatur penerimaan permohonan fasilitasi tersebut kepada Gubernur DIY maksimal 29 November.

Namun demikian, kata Widodo, masih ada celah yang memungkinkan revisi Perda Miras ini dibahas sebelum 2025, yakni dengan menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mencantumkan bahwa pembinaan hukum dalam bentuk fasilitasi terhadap rancangan Perkada, atau pun Raperda melalui aplikasi e-perda paling lambat akhir November tahun berjalan (Pasal 87), kecuali terhadap produk hukum yang sifatnya mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 88 ayat 1).

“Jadi selain harmonisasi, kami akan mencoba menghitung waktu agar Raperda Miras bisa dibahas di tahun 2024 ini,” ucapnya.

Nafas Panjang Perjuangan FUI Berantas Miras

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, FUI DIY menyerukan gerakan perlawanan terhadap peredaran miras sejak 18 Oktober 2024, melalui Deklarasi Akbar Perang Melawan Miras di Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Disusul dengan aksi Jalan Kaki Rakyat Jogja Mengadu ke Kantor Gubernur, dan DPRD DIY, pada 25 Oktober 2024.

Gerakan tersebut membuahkan hasil, terbitnya Irgub DIY Nomor 5 Tahun 2024 yang salah satu poinnya memerintahkan agar Pemerintah Kabupaten/Kota mengeluarkan regulasi tentang peredaran miras di wilayahnya masing-masing, serta melarang perjualan Miras secara online. Instruksi tersebut pun ditindaklanjuti oleh kepolisian bersama Satpol PP, dengan penutupan serentak tempat-tempat penjualan miras yang diduga melanggar aturan, mulai 31 Oktober 2024. Hasilnya, puluhan tempat penjualan miras disegel dan ribuan botol minuman keras disita.

Salah satu tempat penjualan Miras di Jalan Parangtritis Yogyakarta yang disegel aparat, sejak 31 Oktober 2024. (dok. kabarkota.com)

Lalu, FUI DIY membentuk Satgas Antimiras yang salah satu fungsinya menerima aduan dari masyarakat terkait peredaran miras. Ternyata, pasca penutupan serentak, masih ada gerai yang melayani penjualan Miras, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, termasuk penjualan secara online.

Hal tersebut mendorong FUI DIY kembali bergerak, dengan mendatangi kantor DPRD Kota Yogyakarta, pada 13 November 2024. Mereka mendesak agar revisi Perda Miras di Kota Yogyakarta yang sudah ada, segera disahkan. (Rep-01)

Pos terkait