Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Hamzal Wahyudin menilai, penerapan hukuman mati khususnya untuk terpidana kasus narkoba yang akan segera menjalani eksekusi jilid III, selain belum terbukti efektif memberantas narkoba, juga bisa menjadi soroton negatif bagi dunia internasional.
“Dampaknya, Indonesia bisa dikucilkan,” kata Hamzal kepada kabarkota.com, Kamis (28/7/2016).
Menurutnya, hukuman mati sudah tak layak lagi diterapkan karena melanggar hak hidup seseorang, yang merupakan hak dasar. Terlebih, sistem peradilan pidana di Indonesia masih perlu pembenahan. Sebab, dalam beberapa kasus, yang menjadi terpidana justru bukan pelaku yang sebenarnya.
Meski begitu, pihaknya mengamini jika kasus narkoba merupakan bagian dari tindak pidana yang harus diproses secara hukum. Hanya saja, hukuman yang semestinya, menurut Hamzal, bisa dengan hukuman yang seberat-beratnya, atau penjara seumur hidup.
“Negara seharusnya mencari solusi yang bisa dilakukan untuk meminimalisir peredaran narkoba,” tegasnya.
Eksekusi mati jilid III terhadap 14 terpidana kasus narkoba, kabarnya akan digelar pada Jumat (29/7/2016) dini hari besok.
Dilansir dari laman CNN Indonesia, Kamis (28/7/2016), ke-14 terpidana mati yang akan dieksekusi dini hari nanti tidak hanya berasal dari Indonesia tapi juga Zimbabwe, Nigeria, Pakistan, dan India.
Dua warga negara Zimbabwe yang akan dieksekusi adalah Ozias Sibanda dan Fredderikk Luttar. Untuk warga Nigeria ada lima orang, yakni Obina Nwajagu, Humprey Ejike alias Doctor, Michael Titus Igweh, Okonkwo Nongso Kingsley, dan Eugene Ape.
Selain itu, terdapat juga satu warga negara Nigeria dengan paspor Senegal yakni Seck Osmane. Untuk warga negara Pakistan ada Zulfiqar Ali, dan dari India yang masuk daftar adalah Gurdip Singh.
Sementara sisanya, Freddy Budiman, Merry Utami, Agus Hadi, dan Pujo Lestari dari Indonesia. (Rep-03/Ed-03)