Terindikasi Lakukan Pungutan Liar, Wali Murid Adukan SD Model Sleman ke LBH Yogya

Konferensi Pers Pengaduan Wali Murid SD Model Sleman di LBH Yogya (21/9/2016) (Anisatul Umah/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Tujuh Wali murid Sekolah Dasar (SD) Model Sleman yang merupakan ex SD Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta karena merasa keberatan dengan adanya pungutan liar. Pada tanggal 30 Juli 2016, pihak komite sekolah menetapkan putusan komite dengan Nomor: 002/KS/07/2016 tentang program unggulan SD Model Sleman.

Bacaan Lainnya

Dana pungutan di SD Model mulai dari yang paling murah 1.900.000/tahun sampai 3.350.000/tahun untuk yang paling mahal. Dana tersebut dialokasikan untuk program unggulan akademik meliputi modul, outing/pembelajaran luar kelas, galasukses/persiapan UN, dan ujian.

Sedangkan program unggulan non akademik meliputi bidang minat bakat dan bidang spiritual. Batas akhir pembayaran dilaksanakan secara berkala mulai dari Agustus 2016, November 2016, Februari 2017, dan Mei 2017.

Salah seorang wali murid, Thomas Tarigan mengatakan saat pertama mendapatkan surat dari pihak sekolah, dirinya merasa ada hal yang melawan hukum. Dalam pasal 7 ayat 1 keputusan Komite sekolah, tentang keikutsertaan program adalah bersifat sukarela. Namun pada kenyataannya orang tua siswa diwajibkan untuk membayar dan diberi batasan waktu.

“Dari SK ada beberapa hal yang bersifat melawan hukum. Komite melakukan penggalangan dana, di mana dalam SK ini tidak disebutkan bagaimana bentuk tanggungjawab komite. Harusnya bersifat suka rela yang berbentuk sumbangan,” ungkap Thomas saat konferensi pers di LBH Yogyakarta (21/9/2016).

Tindakan yang dilakukan oleh SD Model, bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 44 tahun 2012, pasal 9 ayat (1) yang berbunyi “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan”. Thomas mengadu ke LBH, karena saat mencoba menanyakan ke pihak sekolah tidak ada respon.

“Begitu saya menerima SK dari sekolah, Saya kirim email ke komite, tapi tidak ada respon. Sehingga inisiatif ini (mengadu ke LBH.red) kita tempuh,” ungkap Thomas yang anaknya masih duduk di kelas satu SD Model.

Wali murid lain dari SD Model, Nayah Rohmaniah menuturkan, SBI/RSBI sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi Nomor: 5/PUU-X/2012 pada 3 Januari 2016, sehingga posisi sekolah sudah menjadi sama dengan SD Negeri lainnya. Nayah menyayangkan, kebanyakan wali murid masih menganggap bahwa SD Model adalah sekolah unggulan yang berbayar.

“RSBI sudah dicabut, harusnya sekolah sudah menjadi sekolah yang sama,” ungkapnya.

Dari pihak LBH, Rizky Fatahillah mengatakan kasus semacam ini tidak hanya sekali terjadi, dan pihaknya masih akan membuka pengaduan bagi orang tua wali yang ingin mengadu. Rizky mengatakan pihak sekolah menyebutkan siapa saja orang tua wali yang tidak membayar, sehingga ada diskriminasi.

“Kita akan somasi keras kepada SD Model. Kalau pihak sekolah merasa tidak menerima, lalu ini proyeknya siapa?
Praktik ini melanggar hukum. Ini tidak bisa dilakukan di SD negeri. Kalau mau nyumbang silahkan, tapi jangan ada paksaan. Ada indikasi pelanggaran pidana di sini,” paparnya

Kepala sekolah SD Model, Yuliani saat dihubungi mengatakan pihak sekolah tidak campur tangan dalam hal ini dan SK sudah tidak berlaku.

“Ini sukarela, orang tua bisa memilih mana yang prioritas,” jelasnya. (Rep-04/Ed-01)

Pos terkait