Ilustrasi (kaylanamitra.or.id)
YOGYAKARTA (kabarkota.com)- Meski sudah ada UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), angka kekerasan tiap tahunnya cenderung meningkat. Hal itu dikemukakan oleh ketua Forum Perlindungan Korban Kekerasan DIY, Anik Setyawati Saputri, dalam penyuluhan hukum tentang Penghapusan KDRT di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (10/3/2016).
Anik mengatakan, jumlah KDRT di DIY paling banyak terjadi di Kota Yogyakarta. Hingga saat ini, laporan yang masuk sudah mencapai 700 aduan. Di beberapa daerah lainnya, seperti di Gunung Kidul, jumlah aduan masih relatif kecil, hanya ada puluhan aduan yang masuk.
“Tapi walau sedikit, bukan berarti tidak ada KDRT. Di Kota Yogyakarta aduannya banyak, karena kesadaran tentang hukum KDRT itu tinggi. Sering diadakan sosialisasi,” katanya.
Karenanya, Menurut Anik, tingginya jumlah aduan menunjukan kesadaran masyarakat mulai tumbuh. Meskipun harus diterima kenyataan tentang meningkatnya angka KDRT.
Kepada kabarkota.com, Anik menjelaskan, salah satu penyebab korban KDRT enggan melapor karena kekhawatiran tentang kondisi rumah tangganya, ketika kekerasan yang ia alami diperkarakan.
“Ada rasa khawatir tentang nasib anak-anak. Bila bercerai bagaimana dengan kondisi ekonominya. Sehingga lebih memilih tidak melapor,” ujar Anik.
Disamping itu, lanjut Anik, di masyarakat masih ada anggapan bahwa KDRT merupakan urusan keluarga yang bersifat privasi, sehingga dianggap tidak pantas diperkarakan.
“KDRT bukan lagi persoalan privat. Itu sudah diatur dalam UU. Setiap orang yang melihat atau mengetahui adanya KDRT, wajib melakukan upaya-upaya pencegahan untuk melindungi korban,” ucapnya. (Ed-03)
Kontributor: Januardi