Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Tim Fairwork Indonesia yang diwakili Center for Digital Society (CfDS) UGM bersama Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) mendorong terbitnya regulasi untuk perlindungan pekerja gig atau pekerja kontrak independen, seperti pengemudi Ojek Online dan kurir logistik.
Dorongan tersebut mereka sampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Diskusi Bersama Fairwork Indonesia: Kolaborasi untuk Dukung Kesejahteraan Pekerja Gig”, pada 8 November 2022. Fairwork merupakan proyek global yang berbasis di Oxford Internet Institute dan WZB Berlin Social Science Centre, guna mengevaluasi kondisi kerja pada platform digital dan memeringkatnya berdasarkan lima prinsip kerja yang adil.
Berdasarkan hasil resetnya, peneliti Fairwork Indonesia, Treviliana Eka Putri memaparkan, dalam dua tahun terakhir menunjukkan masih rendahnya kelayakan kerja yang diwujudkan oleh platform yang beroperasi di Indonesia.
Untuk itu pihaknya berharap, penyusunan regulasi dengan melibatkan multipihak, baik asosiasi, konsumen, maupun platform segera dilakukan.
“Kami mengajak semua pihak untuk dapat semakin menyuarakan isu ini untuk mewujudkan keadilan bagi para pekerja,” ajak Treviliana dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Rabu (9/11/2022).
Lebih lanjut Fairwork juga menilai pentinganya strategi komunikasi dan koordinasi antarpihak, baik terkait penerapan tarif ojek online, perlindungan pekerja, maupun kejelasan hubungan ketenagakerjaan.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Ditjen Binwasnaker dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan RI, Yuli Adiratna berpendapat bahwa langkah strategis yang dapat dilakukan bersama itu diantaranya perlindungan, pemenuhan jaminan sosial, dan kecelakaan bagi pekerja gig.
“Harus didiskusikan lebih lanjut terkait potensi risiko keselamatan kerja, kehilangan penghasilan, ketidaksesuaian waktu kerja, dan kejelasan hubungan hukum antara pengemudi dengan penyesuaian esensi regulasi yang sudah ada atau tengah dipersiapkan” kata Yuli.
Mengingat, lanjut Yuli, tantangan yang dihadapi pekerja gig selama ini terkait penggajian yang didasarkan penyelesaian pekerjaan (pesanan/order) yang sangat terpengaruh pada harga BBM. Kenaikan harga BBM, baru-baru ini, berdampak pada kenaikan tarif dasar bagi industri ini. Akibatnya, banyak pro dan kontra mengenai keadaan yang dianggap sama-sama merugikan driver dan pengguna.
Kepala Bidang Kebijakan Angkutan Perkotaan, Kementerian Perhubungan RI, Bram Hertasning menambahkan, penyesuaian tarif tersebut membuat pengguna jasa ojek online mengurangi penggunaan. Akibatnya, pendapatan pengemudi yang hampir sama dengan biaya operasional sangat terdampak penurunan permintaan pengguna.
“Ini mengindikasikan bahwa pendapatan pekerja yang masih rendah bahkan ikut menurun,” sesalnya.
Sementara Muhammad Fadh selaku Koordinator Pengembangan Industri Pos dan Kurir Kementerian Komunikasi dan Informatika RI juga menyadari bahwa revolusi industri 4.0 dan keadaan pandemi Covid-19 meningkatkan pertumbuhan pekerja gig. Untuk itu, Kemenkominfo meminta agar perusahaan jasa kurir dan logistik merespon dengan tetap mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi perusahaan dan layanan.
“Di sini Kemenkominfo telah menyiapkan perangkat aturan, melakukan monitoring, pengawasan, dan upaya penegakan hukum pada sejumlah pelaku usaha aplikasi,” ungkapnya.
Termasuk, sebut Fadh, mendorong terciptanya perjanjian bisnis yang adil dan transparan, serta ketentuan terkait standar layanan dan keselamatan pengiriman pos untuk pekerja. (Ed-01)