TPS 3R Milik Pemkot Yogya Diprotes Warga Bantul

Spanduk penolakan TPS 3R Karangmiri oleh warga Jagalan, Bantul. (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Sejak seminggu terakhir, warga Padukuhan Sayangan, Kalurahan Jagalan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY resah dengan pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) Karangmiri oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.

Sejumlah spanduk protes atas pembangunan tersebut dipasang di jembatan, persis di atas aliran sungai Gajah Wong yang berada di perbatasan wilayah Kota Yogyakarta – Kabupaten Bantul. “Warga Jagalan Menolak TPS 3R Karangmiri”, tulisan berwarna hitam yang ditorehkan di atas spanduk putih tersebut adalah pernyataan tegas dari warga Jagalan yang merasa terganggu dengan proyek infrastruktur pengolahan sampah tersebut.

Salah seorang warga Jagalan yang menolak TPS 3R, Andi Triyanto mengaku, awalnya warga tidak mengetahui ada pembangunan proyek pengelolaan sampah dari Pemkot Yogyakartatersebut. Mengingat, hingga saat ini, warga Jagalan yang lokasinya hanya beberapa puluh meter dari lokasi TPS 3R sama sekali tidak mendapatkan sosialisasi dari pihak berwenang.

“Pihak kalurahan kami pun dilompati, mulai dari sisi izin, pemberitahuan hingga sosialisasi. Kami sama sekali tidak tahu,” ungkap Andri saat ditemui di dekat lokasi TPS 3R Karangmiri Yogyakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, warga Jagalan baru mengetahui ada proyek tersebut ketika ada uji coba alat pengolahan sampah di lokasi tersebut, pada Jumat pekan lalu. Itu lantaran ada beberapa warga yang melakukan pengecekan di lokasi setelah mendengar ada kebisingan suara mesin dan tercium aroma tidak sedap yang sangat menyengat dari sampah yang diolah.

Warga Jagalan yang menolak pembangunan TPS 3R Karangmiri sedang berada di tepi sungai Gajah Wong. (dok. kabarkota.com)

“Kami sangat keberatan dengan adanya TPS dan menuntut supaya TPS 3R tidak dilanjutkan,” tegasnya.

Andri mengungkapkan, lebih dari 200 warga Jagalan juga telah membuat petisi guna menolak aktivitas apa pun di TPS 3R Karangmiri. Terlebih secara kewilayahan, lokasi pembangunan tersebut termasuk Kabupaten Bantul. Ditambah lagi, fondasi bangunan sangat berdekatan dengan bibir sungai Gajah Wong sehingga limbah dari pengolahan sampah nantinya sangat berpotensi menimbulkan pencemaran sungai.

Pihaknya menegaskan, jika bangunan tersebut tetap difungsikan sebagai TPS 3R, maka warga berencana menggelar aksi penolakan dalam waktu dekat.

DPRD Kota Yogya Minta TPS 3R tetap Dioperasikan

Di lain pihak, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Perubahan Peraturan Daerah (Perda) Sampah Kota Yogyakarta, Krisnadi Setiyawan berpandangan bahwa penolakan wargaJagalan atas dibangunnya TPS 3R Karangmiri perlu mendapat perhatian khusus, tidak hanya dari Pemkot Yogyakarta, tetapi juga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, dan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY.

Sebab, lanjut Krisnadi, Pemkot Yogyakarta telah menyampaikan komunikasi dengan Pemkab Bantul sebelum pembangunan TPS3R Karangmiri yang dibiayai oleh Dana Keistimewaan (danais) Pemda DIY.

Krisnadi menganggap, meski pembangunannya di tengah darurat persampahan, namun penggunaan Danais tentu telah melalui perencanaan yang matang.

Spanduk penolakan warga Jagalan yang dipasang warga di area pembangunan TPS 3R Karangmiri (dok. kabarkota.com)

“Tidak mungkin Pemda DIY sembarangan membiayainya, jika sosialisasi dan persoalan administrasi lahan TPS3R yang masuk wilayah Kalurahan Jagalan itu tidak tuntas,” ucapnya, pada Kamis (6/6/2024).

Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta ini menjelaskan bahwa permasalahan utamanya adalah Pemkot Yogyakarta tidak mempunyai lahan pengolahan sampah, pasca penutupan TPA Piyungan sehingga butuh langkah darurat guna mengelola sampah yang menumpuk di depo-depo.

“Dengan segala keterbatasan, hanya tersedia Nitikan, Krano, dan Karangmiri yang sebenarnya semua tidak layak untuk TPST karena terlalu dekat dengan pemukiman,” sambungnya.

Oleh karenanya, Krisnadi menyarankan, agar ketika TPS 3R tersebut harus tetap berlanjut dan dimaksimalkan fungsinya sampai pada batas kapasitan lahan dan jangka waktu tertentu dialihkan ke TPS Terpadu yang ideal dan layak.

Selanjutnya, kata Krisnadi, persoalan sampah harus dipandang sebagai persoalan aglomerasi, Pemkot Yogyakarta, Pemkab Bantul, dan Pemda DIY. Perlu ada MoU dari tiga pihak untuk pengelolaan persampahan yang bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah sampah perkotaan, termasuk menampung hasil akhir dari TPS 3R.

“Jika MoU tiga pihak itu gagal, maka langkah akhir bagi Pemkot Yk dan atau Pemda DIY harus merelakan aset lahan di wilayah Kota atau perbatasan yangg secara keluasan dan jarak pemukiman relatif aman dibangun TPST,” pintanya.

Namun, lanjutnya, tentu saja dengan penerapan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan dan didukung peraturan ketat sehingga memaksa semua pihak, baik rumah tangga, dunia usaha dan lembaga pemerintah untuk bisa mengurangi produksi dan wajib melakukan pemilahan sampah.

Permasalahan Sampah di Yogya perlu segera Tertangani

Ditemui terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono berharap, permasalahan sampah di kota Yogyakarta segera tertangani. Apalagi, produksi sampah per hari di Kota Yogyakarta pada minggu lalu saja diperkirakan mencapai 750 ton.

“Sampahnya yang makin numpuk, juga makin berat. Apalagi sampah yang menumpuk lebih dari lima hari baunya sangat menyengat, karena kebiasaan kita masih mencampur semua jenis sampah,” anggapnya.

Tumpukan sampah di salah satu depo di Kota Yogyakarta (dok. kabarkota.com)

Terkait dengan penolakan warga atas pembangunan TPS 3R oleh Pemkot Yogyakarta, Beny mengakui bahwa semua wilayah perbatasan tidak ingin dijadikan pembuangan sampah. Termasuk di TPA Piyungan yang awalnya mendapatkan resistensi warga.

“Tapi setelah dibuka ruang dialog, akhirnya mereka bisa sepakat untuk bekerja sama,” sebutnya. Semestinya, alat yang sudah ada dan anggarannya sudah cukup segera direalisasikan pengoperasiannya.

Penanganan Sampah bukan Perkara Mudah

Sementara itu, Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta, Purwanto berdalih bahwa mengatasi permasalahan sampah bukan perkara mudah. Meskipun, pihaknya tetap berkomitmen untuk menyelesaikan itu.

“Kami mengimbau adanya kesadaran untuk sedikit mungkin memproduksi sampah, memilah sampah, dan bank-bank sampah yang sudah terbentuk dioptimalkan,” harap Sugeng.

Dengan begitu, sambungnya, sampah tidak sampai ke TPS mana pun karena terkelola secara mandiri dengan baik, seperti dengan biopori. Bahkan, output-nya, sampah menjadi barang yang bermanfaat. (Rep-01)

Pos terkait