UNY Larang Mahasiswa di Kampus Mengkritik Pemerintah?

Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNY, Guntur (kanan) saat menemui mahasiswa yang hendak menggelar diskusi di teras rektorat, pada 6 Februari 2024 (dok. kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Sejumlah mahasiswa tanpa jas almamater mendekati halaman rektorat Universitas Negeri Yogyakara (UNY). Mereka terlihat bingung dan memandang sekeliling untuk mencari teman-teman mereka yang lain.

Bacaan Lainnya

“Apakah acaranya jadi?” tanya seorang jurnalis kepada mereka yang baru datang.

“Jadi. Kami masih menunggu teman-teman kami yang lain,” ucap mahasiswa berbaju merah.

Pertanyaan jurnalis itu dilontarkan karena para awak media telah menunggu mereka di sekitar gedung rektorat selama kurang lebih satu jam. Sebagian dari mereka pun memilih meninggalkan kampus, karena terlalu lama menunggu, tanpa kejelasan. Tidak ada nomor kontak narahubung dari koordinator acara “Seruan Konsolidasi UNY: Sadarkan Rakyat dari Pesta Demokrasi yang Dinodai secara Terang-terangan” yang rencananya digelar di teras Rektorat UNY, pada 6 Februari 2024, mulai pukul 13.00 WIB. Para security yang berjaga di rektorat juga mengaku tidak mengetahui tentang acara tersebut.

Tak berapa lama, para mahasiswa itu bergeser ke taman kampus yang berada di sisi barat rektorat. Mereka berkumpul di sisi Selatan dan mendapatkan pengarahan dari seorang mahasiswa yang berpakaian biru tua. Dari pakaiannya, dia rupanya perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) UNY yang menjembatani komunikasi antara para mahasiswa yang akan menggelar acara tersebut dengan pihak rektorat.

Saat ditemui awak media, salah satu mahasiwa, Faras Raihan mengaku mendapatkan tekanan dari pihak kampus melalui chat di WA Grup mahasiswa, agar mereka tidak mengikuti acara yang akan digelar, jika tidak ingin mendapatkan sanksi tertentu.

Isi chat WA gruo yang diduga dari salah satu dosen UNY agar para mahasiswa tidak mengikuti kegiatan diskusi pada 6 Februari 2024. (dok. kabarkota.com)

“Itu yang kami pertanyakan, padahal kami tidak malakukan aksi anarkis. Kami kami hanya ingin menggelar diskusi di rektorat,” ungkap Faras, pada 6 Februari 2024.

Pihaknya menjelaskan, tujuan dari diskusi tersebut salah satunya adalah menekan para guru besar dan sivitas akademika UNY agar menyatakan sikap terkait situasi politik dan demokrasi jelang Pemilu 14 Februari 2024, sebagaimana diserukan oleh kampus-kampus lainnya.

Teras rektorat dipilih sebagai lokasi acara, lanjut Faras, karena pihaknya ingin diskusi itu melibatkan tidak hanya mahasiswa tetapi juga seluruh sivitas akademika UNY.

“Kami justru diarahkan agar menggelar acara itu tidak di rektorat, tapi di depan sana, pinggir jalan supaya dilihat masyarakat,” sesalnya.

Faras mengaku bahwa pihaknya telah menyampaikan pemberitahuan terkait acara itu ke Bidang Kemahasiswaan, sehari sebelum acara digelar. Bahkan, menyampaikan permohonan izin secara tertulis kepada Rektor UNY, namun tidak mendapatkan respon sama sekali hingga hari H acara akan digelar.

“Kami sangat menyayangkan itu. Seharusnya para guru besar UNY memiliki kepekaan politik sehingga bisa merespon situasi ini dengan lebih cepat dan tepat. Seharusnya inisiatif ini datang dari para guru besar, bukan dari kami yang bahkan S1 saja belum lulus,” ucapnya lagi.

Meski mendapat tekanan, puluhan mahasiswa UNY tetap bergerak memuju teras rektorat. Di sana, sejumlah dosen, dan para petugas keamanan telah berjaga.

Setelah Faras menyampaikan maksud kedatangan mereka, mahasiswa yang mengenakan baju identitas BEM UNY menyampaikan bahwa pihak kampus tidak membolehkan mereka berdiskusi di sana.

“Tapi kita bebas berdiri atau pun menyatakan sikap dan sebagainya di sini”, jelas pria bebaju biru tua dan calana panjang abu-abu ini.

Para mahasiswa tetap bersikukuh ingin menggelar diskusi di teras rektorat. Mereka mencoba bernegosiasi dengan Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNY, Guntur yang menemui mereka.

“Diskusi dengan siapa? Saya tanya, ini kegiatan apa?” tanya Guntur sembari berdiri dari posisi duduknya di anak tangga rektorat.

Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNY, Guntur. (dok. kabarkota.com)

Guru Besar UNY ini berdalih bahwa sebagai pihak yang mengurusi bidang akademik dan kemahasiswaan, maka dirinya harus mengetahui semua kegiatan akademik dan kemahasiswaan yang digelar di kampus. Para mahasiswa harus mengajukan proposal permohonan acara, dan jika disetujui, pihak kampus bisa memberikan sumbangan dana untuk penyelenggaraan acara yang dimaksud.

Satu per satu beberapa mahasiswa yang hadir mencoba meyakinkan pihak kampus agar mengizinkan acara diskusi mereka digelar di rektorat.

“Kami ingin mendesak UNY sebagai instansi bidang pendidikan. Di sini kita punya banyak sekali dosen dan guru besar yang seharusnya peka terhadap isu sosial, politik, dan sebagainya tapi itu tidak kami temukan di UNY , ucap Amar.

Namun, dosen berkaca mata itu tak mengindahkan desakan para mahasiswa.

“Saya baca surat permohonannya itu isinya tentang pemerintah. Sementara ini adalah instansi pemerintahan. Jika kalian akan mengajak atau memberi masukan pemerintah maka jangan di sini, tapi di luar pagar sana, itu boleh,” kata Guntur dengan nada tinggi dan jari telunjuknya mengarah ke jalan raya depan kampus.

Setelah melalui perdebatan cukup panjang dan tidak menemui jalan tengah, akhirnya para mahasiswa batal menggelar acara diskusi di teras rektorat dan membubarkan diri.

Ketika ditanya wartawan terkait isu adanya tekanan dari pemerintah terhadap kampus-kampus agar tidak menyatakan sikap, Guntur membantahnya.

“Kami dari rektorat tidak ada tekanan dari siapa pun. Kami hanya mengikuti aturan pemerintah, karena UNY ini institusi pemerintah,” tuturnya.

Guntur juga menepis tentang adanya pesan wa dari dosen yang dikirim ke mahasiswa agar tidak mengukuti acara diskusi di rektorat, jika tidak ingin mendapatkan sanksi dari kampus.

“Mana buktinya? Dosennya siapa? Kami tidak merasa mengintimidasi siapa pun,” kata Guntur.

Pihaknya enggan menanggapi lebih lanjut terkait dengan substansi diskusi yang batal digelar oleh mahasiswa, dengan dalih itu bukan kewenangannya untuk mengomentarinya. (Rep-01)

Pos terkait