Wacana Pembangunan Mall, Sistem Ekonomi di Bantul Dinilai belum Siap Bersaing

Ilustrasi (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Wacana pembangunan mall yang dilontarkan oleh Bupati Bantul Suharsono beberapa waktu lalu dianggap perlu mempertimbangkan beberapa aspek penting. Salah satunya, terkait dengan aspek ekonomi kerakyatan.

Bacaan Lainnya

Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Fahmi Radhi menilai, sistem ekonomi kerakyatan yang ada di Bantul saat ini belum siap jika harus bersaing dengan sistem ekonomi modern seperti mall. Menurutnya, kebijakan tersebut lebih memihak kepada pengusaha besar daripada rakyat kecil. Dengan adanya mall, usaha kecil menengah pasti akan tergusur.

“Pada praktiknya dimanapun, mall atau ritel modern itu menyingkirkan pasar tradisonal. Walaupun ada aturan tentang batas area pembangunan, kita lihat ternyata banyak yang melanggar itu,” kata Fahmi kepada kabarkota.com, Kamis (7/4/2016).

Fahmi menuturkan, usaha-usaha kerakyatan seperti pasar tradisonal, toko kelontong, dan pengrajin di Bantul perlu dikembangkan lagi.

“Kalau untuk perputaran uang, tidak hanya di mall. Bisa juga dari pengusaha kecil. Cuma bedanya kalau mall pengusaha nya lebih sedikit dengan perputaran yang besar,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Sektor Swasta Lembaga Ombudsman DIY, Hanum Aryani juga mengungkapkan, hadirnya ritel dan toko modern terbukti berdampak pada menurunnya omzet pasar dan toko tradisonal.

Sementara Bupati Bantul, Suharsono, seperti dilansir sejumlah media di Yogyakarta, baru-baru ini berpendapat bahwa keberadaan mal di Bantul akan mendorong semakin banyak uang beredar di wilayahnya. Tidak hanya itu, keberadaan mal bakal menyerap tenaga kerja dari warga Bantul serta menumbuhkan ekonomi baru di sekitarnya.

Pihaknya juga berjanji tidak akan mendirikan mal di wilayah pedesaan karena berpotensi mematikan roda ekonomi masyarakat kecil, seperti pasar tradisional. (Ed-03)

Kontributor: Januardi

Pos terkait