Walhi Desak Moratorium Proyek Strategis Nasional

Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hayati (dok. screenshot zoom)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak agar pemerintah melakukan moratorium berbagai prouek strategis nasional. Sekaligus melakukan evaluasi menyeluruh atas proyek-proyek strategis yang sudah berjalan.

Bacaan Lainnya

Desakan tersebut sebagaimana disampaikan Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hayati sebagai respon atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Menurutnya ada tiga hal yang menjadi sorotan Walhi atas terbitnya Perpres tersebut. Pertama, Perpres cenderung abai terhadap kelestarian lingkungan hidup

“Seharusnya ada kajian lingkungan hidup yang strategis,” Nur mengatakan dalam konferensi pers Walhi secara virtual, pada Senin (30/11/2020). Terlebih, salama ini banyak bencana ekologis yang terjadi di Indonesia.

Kedua, Nur menyesalkan proyek strategis Nasional yang menggusur lahan-lahan produktif di berbagai daerah. Hal itu bisa meningkatkan potensi konflik lahan di masyarakat. Padahal, hingga sekarang persoalan konflik lahan masih menjadi PR besar bagi pemerintah.

“Sampai sekarang masih banyak petani dan masyarakat adat yang hak atas tanahnya belum diakui secara legal oleh pemerintah,” anggapnya.

Ketika, Walhi menilai, ada kerugian Negara atas kegagalan proyek strategis di masa lalu. Misalnya, ada bandara yang telah selesai dibangun, namun pemanfaatannya tidak maksimal. Selain itu, proyek strategis Nasional yang telah dibangun juga tak membawa dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi masyarakat marjinal.

“Kemungkinan proyek ini juga akan didanai dari hutang luar Negeri,” ucapnya.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera juga berpendapat bahwa proyek strategis Nasional justru memicu terjadinya eksploitasi alam.

Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera (dok. screenshot zoom)

Pihaknya mencontohkan, proyek pembangunan bandara baru di Kulon Progo yang hingga kini masih menyisakan persoalan. Ditambah lagi dengan proyek tambang pasir di hulu sungai yang menjadi perlintasan material Merapi saat erupsi.

“Cukup berbahaya jika alur sungainya dieksploitasi besar-besaran”. Termasuk ketika Merapi dalam status siaga seperti sekarang, di mana jalur-jalur evakuasi yang rusak karena armada pengangkut material akan menghambat proses evakuasi warga di Kawasan Rawan Bencana (KRB).

Di sisi selatan, Halik juga mengkhawatirkan kondisi pegunungan karst yang selama ini menjadi penyangga sumber-sumber mata air di wilayah Gunungkidul yang mulai rusak akibat ekspolitasi alam, dengan dalih untuk mendorong perwujudan Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata.

Bahkan, Halik menyebut, rencana pembangunan terowongan dalam proyek pembangunan jalan tol Yogya – Bawen, justru akan mengancam sumber-sumber mata air di sepanjang jalur yang akan dilalui. Pasalnya, jalur tol itu berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang notabene menjadi penyupai kebutuhan air sejumlah kebupaten di DIY dan Jawa Tengah.

Posisi pembangunam jalan tol yang cukup dekat dengan gunung Merapi juga akan beresiko tinggi terhadap bencana alam. Tak hanya gempa bumi, tetapi juga guyuran abu vulkanik ketika merapi meletus.

“Resiko paling besar, alih fungsi lahan sekitar exit tol dan berdampak terhadap menurunnya ketersediaan air permukaan di sungai progo,” katanya. (Rep-01)

Pos terkait