Pintu Gerbang Belakang Fave Hotel di Jalan Kusuma Negara Yogyakarta saat Disegel warga “Korban Sumur Asat”, baru-baru ini. Warga sekitar menganggap debit air di sumur-sumur mereka menyusut dan kering karena dampak dari pembangunan hotel tersebut. (Tria/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandera mendesak agar Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memperketat seleksi pemberian izin pendirian hotel.
Halik berpendapat, jika ada permintaan izin yang persyaratannya tidak lengkap, termasuk menyangkut penggunaan air tanah dalam, semestinya izin tidak diterbitkan. “Seharusnya Pemkot tidak mengeluarkan izin tersebut,” kata Halik ketika dihubungi kabarkota.com, Rabu (10/9).
Menurutnya, Berdasarkan data dari Kepala Bidang Data dan Sumber Informasi Dinas Perizinan Pemkot Yogyakarta, sejak tahun 2009 sampai sekarang, permohonan yang menyertakan izin penggunaan air tanah dalam baru 33 hotel.Sementara, pada tahun 2014 saja, Dinas Perizinan Pemkot Yogyakarta telah menerbitkan 83 perizinan. Dari jumlah tersebut, 33 izin di antaranya masih dalam proses. Sedangkan 1 permohonan lainnya ditolak.
Halik menganggap, pemerintah telah lalai lantaran menerbitkan izin pendirian hotel, bahkan tanpa dilengkapi izin penggunaan air tanah dalam. Pihaknya mencontohkan kasus Hotel Fave yang telah menggunakan air tanah dalam selama dua tahun, tanpa sepengetahuan pemerintah dan menuai protes dari warga setempat.
Padahal, sambung dia, ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan air tanah dalam tanpa izin. Di antaranya,kerugian negara karena tidak ada setoran pajak atas aktivitas korporasi tersebut. Selain itu, penggunaan air sumur dalam yang berlebihan juga berpotensi mengurangi debit air tanah dalam bagi penduduk sekitar.
Oleh karenanya Walhi Yogyakarta menyarankan agar pemerintah bersinergi dalam audit perizinan pembangunan hotel ini. “Pemerintah harus transparan terkait hal ini,” pinta Halik. (kim)