Wapres RI dengan Skandal Fufufafa akan Dilantik, Apa kata Pengamat Politik?

Pengamat Politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Norma Permata. (dok. kabarkota.com)

Pengamat Politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Norma Permata (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Tanggal 20 Oktober 2024 atau hari Minggu ini, Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2024 – 2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik di Gedung DPR RI, Jakarta.

Sebenarnya hal ini merupakan transisi kepemimpinan lima tahunan biasa yang terjadi di Indonesia. Hanya saja menjadi menarik, salah satunya karena ada skandal Fufufafa, sebuah akun di platform kaskus yang kebanyakan berisi tentang hujatan dan caci maki terhadap Prabowo Subianto dan diduga milik Gibran yang kini akan menjabat sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Prabowo.

Sejak skandal fufufafa beberapa waktu lalu hingga kini persoalan tersebut masih menjadi trending topic, khususnya di platform x (twitter). Dari pantauan kabarkota.com, pada 20 Oktober atau beberapa jam jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, tagar #TumbangkanFufufafa masih menjadi trend dalam perbincangan Indonesia.

Pertanyaannya, seberapa pantas Gibran dilantik sebagai wapres mendampingi Prabowo, orang yang di masa lalu menjadbahan hujatannya melalui akun fufufafa? serta, apakah skandal fufufafa akan ‘menggoyang’ kursi Gibran sebagai Wapres selama lima tahun mendatang?

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Norma Permata berpendapat bahwa persoalan fufufafa merupakan kecelakaan politik yang luar biasa bagi Gibran

“Itu pasti menimbulkan luka politik dalam hubungannya dengan Prabowo,” kata Norma kepada kabarkota.com, Sabtu (19/10/2024) malam.

Meskipun, lanjut Norma, pertarungan antara kubu Prabowo dan Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014 dan 2019 memang sangat brutal. Pada waktu itu serangan kepada kubu Jokowi juga tidak kalah sengit, termasuk tuduhan bahwa Jokowi adalah anak Gembong Partai Komunis Indonesia (PKI). Sehingga barangkali jika dibandingkan, kedua kubu melakukan serangan yang sama-sama gencar.

Menurutnya, kasus fufufafa menjadi spesial karena pelakunya diduga adalah anak Presiden Jokowi yang kini menjadi wakil presiden terpilih.

“Tentu saja secara personal, Prabowo, keluarga, dan orang-orang terdekatnya tidak terima dengan keberadaan akun fufufafa. Namun secara politik, persoalan-persoalan semacam ini bisa dikesampingkan,” anggapnya.

Sebab, kata Norma, terlalu besar pengorbanan Prabowo untuk bisa mendapatkan posisi sebagai presiden, ketika mempersoalkan hal-hal yang sifatnya personal. Setidaknya, sampai Prabowo memiliki kekuasaan penuh terhadap struktur pemerintahan dan kenegaraan.

Jika situasinya baik-baik saja, Norma menduga, persoalan pribadi semacam ini kemungkinan tidak akan muncul ke permukaan konstelasi politik antara kubu Prabowo – Jokowi. Tapi ketika situasi ketidak harmonisan antara kedua kubu tersebut terjadi, maka bisa jadi persoalan-persoalan yang bersifat personal akan muncul ke permukaan.

“Tujuan politik adalah meraih kekuasaan dengan cara apapun termasuk berkoalisi dengan musuh,” tegasnya. Dalihnya, Jokowi bisa menerima Prabowo sebagai partner koalisi, meskipun pada dua Pilpres sebelumnya kelompok Prabowo secara brutal menyerang Jokowi, bahkan juga sampai ke persoalan-persoalan personal.

Lalu, seberapa Pantas Gibran tampil sebagai wakil presiden dengan latar belakang skandal fufu-fafa?

Norma menilai, secara etika sosial, tentu itu bermasalah karena menjadi tontonan yang tidak patut. “Bagaimana orang yang berlatar belakang buruk justru tampil menjadi pemimpin yang notabene akan menjadi teladan bagi publik? Tetapi, realitas politik di dunia nyata tidak selalu demikian,” sambungnya.

Seringkali tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang kelam dan keji tampil sebagai pemimpin, dan bukan tidak mungkin memiliki prestasi yang baik. Hal serupa pernah terjadi di Amerika Serikat (AS). Diantaranya, Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS di tahun 2016, meskipun publik mengetahui bahwa dia adalah pemerkosa, sering melecehkan perempuan, terlibat skandal perguruan tinggi abal-abal, menggelapkan pajak, serta banyak kesalahan lainnya. Bahkan, Partai Republican yang mendukung Trump sebenarnya juga tahu bahwa Trump adalah sosok bejat, tetapi mereka tidak ingin kekuasaan pindah ke tangan musuh, yakni Partai Demokrat.

Oleh karena itu, tutur Norma, mereka melupakan semua latar belakang Donald Trump asal dia bisa memenangkan kontestasi pemilihan presiden. Sebelumnya juga ada Bill Clinton yang dianggap sebagai salah satu Presiden AS yang cukup berhasil menata perekonomian negara di tahun 1990-an. Banyak orang mengetahui bahwa secara personal, suami Hillary Clinton itu merupakan orang brengsek. Termasuk skandal seksualnya dengan anak magang di Gedung Putih.

“Citra baik atau buruk personal seringkali tidak banyak berpengaruh pada capaian jabatan politik secara riil. Sebab yang jadi pertaruhan bukan hal yang sifatnya normatif, melainkan kekuatan politik untuk merebut kekuasaan,” tegas dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga ini.

Terlebih dalam skandal fufufafa, komunikasi politik yang dibangun bukan antara Prabowo dan Gibran, tapi Prabowo dengan Jokowi sebagai ayah dari Gibran.

“Gibran sebenarnya hanyalah boneka dari bapaknya. Jadi, persoalan ini akan tergantung bagaimana elit politik menyikapi pergantian kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo,” lanjutnya.

Norma mensinyalir, sekarang masih banyak orang yang loyal kepada Jokowi, karena dia masih presiden yang sah. Namun, setelah pelantikan presiden baru, bukan tidak mungkin loyalitas mereka bergeser ke Prabowo. “Jika para loyalis Jokowi tetap loyal kepadanya, maka ada kemungkinan komunikasi antara Prabowo dan Gibran akan memunculkan ketegangan-ketegangan karena kepentingan politik,” katanya.

Doktor lulusan Westfalische Wilhelms Universitat Musterhal ini menambahkan, hal serupa pernah terjadi pada pemerintahan Filipina, yakni ketika presiden Marcos Junior didampingi oleh wakil presiden Sarah Duterte yang merupakan anak dari mantan presiden Rodrigo Duterte. Dua tahun pertama relasi keduanya terlihat harmonis. Namun menginjak tahun ketiga, mulai muncul perpecahan dan konflik politik karena perbedaan pendapat terhadap reshuffle kabinet yang terjadi. Ini pun bukan tidak mungkin akan terjadi dengan Prabowo – Gibran dan Jokowi.

“Jika para elit politik loyalitasnya dari Jokowi ke Prabowo, maka pengaruh Jokowi akan semakin memudar dan Gibran semakin tidak berdaya,” ucapnya lagi.

Kemampuan Jokowi menguasai jaringan ekonomi oligarki akan menjadi penentu ketahanannya di era Prabowo – Gibran. Sebab, di balik kekuasaan politik itu terdapat kekuasaan ekonomi. Artinya, jika Jokowi masih mampu menggalang kekuatan ekonomi dari para konglomerat hitam maupun putih, maka dia masih akan mampu bertahan di era pemerintahan Prabowo. Begitu pun sebaliknya.

“Saya rasa kasus fufufafa tidak akan mampu menggoyang Gibran di masa yang akan datang, karena akan banyak skandal lebih besar dan konkret, tetapi bukan terkait Gibran melainkan Jokowi yang akan mengganggu posisi politik Gibran,” paparnya.

Mengingat, ada sejumlah kebijakan Jokowi yang dianggap merusak demokrasi, seperti Undang-undang (UU) Cipta kerja, revisi UU KPK, revisi syarat pencalonan Wapres, dan kebijakan pembangunan IKN yang secara politik, itu bisa dimainkan untuk menyerang Jokowi sehingga berimbas pada Gibran. (Rep-01)

Pos terkait