GAZA CITY (kabarkota.com) – Warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat menyambut positif rencana pembentukan pemerintahan baru pasca rekonsiliasi antara kubu Fatah dan Hammas. Respon positif tersebut disampaikan sejumlah warga Palestina kepada kabarkota.com, Rabu (28/5) dini hari.
Rafat Jehad abo abdo, warga buriej camp di Jalur Gaza Palestina membenarkan jika dalam waktu dekat pemerintahan baru tersebut akan terbentuk. Ia berharap, itu akan membawa perubahan yang lebih baik bagi warga Palestina.
“Dengan pemerintahan baru ini, semua orang di Palestina akan mendapatkan pekerjaan”, ucap Rafat melalui Whatsapp. Selain itu, pria 23 tahun tersebut juga tidak mempermasalahkan pemerintahan yang akan di-handle oleh Fatah dan Hamas nantinya.
Meski begitu ia juga menyadari bahwa terbentuknya pemerintahan bersama ini nantinya akan mengundang reaksi dari Israel. Rafat menduga, Pemerintah Zionis akan memutus bantuan mereka yang digulirkan untuk Palestina. “Tapi beberapa negara Arab seperti Qatar dan Turki sudah berjanji akan membantuk kami, baik masalah keuangan maupun kebutuhan minyak”, tambahnya.
Mohamad Abed Al Rahman dari Kota Gaza juga menganggap, keputusan membentuk pemerintahan baru tersebut merupakan kebijakan yang tepat. Ia berpendapat, selama ini dunia melihat Palestina sebagai negara kesatuan Israel, dan menganggap bahwa Jalur Gaza dan Tepi Barat tidak bisa bersatu.
“Ini baik untuk Palestina khususnya Jalur Gaza yang lebih dari 7 tahun telah diblokade oleh Israel”, anggap Mohamad. Pasalnya, sejak kehidupan mereka di bawah penguasaan Israel, banyak warga Gaza yang tidak bekerja, sering mengalami krisis bahan bakar, serta tidak bisa mengakses perbatasan Palestina – Mesir melalui Rafah dengan leluasa.
Iyad Hashlamoun, salah satu warga di wilayah Hebron Tepi Barat juga berharap, agar pembentukan pemerintahan gabungan antara kubu Fatah dan Hammas ini akan membawa perubahan yang lebih baik bagi Palestina ke depan.
“Ini keputusan yang saya kira tepat karena akan ada kesepahaman yang baik antara kedua faksi saat ini” ucap Iyad melalui Facebook.
Berbeda dengan Adel Hana, pewarta dari salah satu kantor berita internasional di Jalur Gaza, yang menganggap bahwa pemerintahan baru tersebut justru akan cenderung bermasalah dan menciptakan situasi yang kurang menguntungkan bagi rakyat Palestina.
“Saya kira ini belum bisa menjadi solusi terbaik. Kami masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan berbagai persoalan”, jelasnya. Adel juga menduga Israel akan segera melancarkan serangan ke Palestina pasca terbentuknya pemerintahan gabungan ini nantinya.
Meski begitu ia berharap agar pemerintahan baru ini nantinya dapat mengatasi berbagai persoalan, seperti masalah upah buruh, persoalan ekonomi, politik, dan juga persatuan di wilayah tersebut.
Sekjen Palestine Foundation Pakistan, Sabir Karbalai di Karachi berpendapat, bahwa bagi kubu Fatah, terbentuknya pemerintahan baru ini kecil kemungkinannya. “Hamas itu percaya pada perlawanan sementara Fatah lebih cenderung mengakui adanya dua negara”, ujar Sabir. Oleh karenanya Sabir menilai, keputusan ini hanya akan baik di awal tapi akan menjadi masalah bagi Palestina untuk ke depannya.
“Yang diperlukan sekarang adalah reformasi pemerintahan Otoritas Palestina, melalui Pemilu”, pungkas Sabir.
Pemerhati Masalah Palestina dari Asia Pacific Community for Palestine (ASPAC), Syamsul Bahri menjelaskan, setelah sekian lama beberapa kompromi antara kedua kubu digulirkan, baru sekarang berhasil mencapai kesepakatan, dengan memilih Perdana Menteri Baru untuk pemerintahan di masa peralihan.
“Hammas dan Fatah itu memiliki kepentingan yang sama, sehingga disatukan”, kata Syamsul melalui sambungan telepon. Pasalnya, kata dia, pengaruh Fatah di wilayah Jalur Gaza kurang kuat, begitu juga sebaliknya. Hammas juga tidak terlalu mendapatkan tempat di Tepi Barat, sejak adanya Gap di tahun 2006, ketika kubu Hammas memenangkan Pemilu di Palestina.
“Saya optimis meski kompromi antara kedua belah pihak perlu diuji. Jadi kita perlu memberi waktu untuk mereka di masa transisi pemerintahan ini”, pinta Syamsul.
Sebelumnya, Laman Press TV di Jalur Gaza, pada 27 Mei 2014 kemarin melansir, Pimpinan Fatah, Azzam Al-Ahmad tiba di Gaza untuk memastikan kesepakatan pembentukan pemerintahan gabungan antara Fatah dan Hammas sebelum di Ramallah Tepi Barat, pada Minggu ini.
Dalam pernyataannya, Ahmad menganggap, tidak ada kendala antara kedua belum pihak untuk membentuk pemerintahan gabungan tersebut. Sementara Perdana Menteri Hammas, Ismael Haniya mengatakan bahwa tujuan utama dari pembentukan pemerintahan baru ini adalah untuk mempersiapkan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden, membangun kembali komunitas pasca rekonsiliasi, serta pembangunan kembali jalur Gaza.
Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas juga telah menunjuk premier Rami Hamdallah sebagai Perdana Menteri Baru Palestina untuk pemerintahan peralihan. (jid/tri)