Warga Sardonoharjo Sleman Usulkan OTT Praktik Politik Uang

Sarasehan Desa Anti Politik Uang (APU), di Sardonoharjo, Baru-baru ini. (dok. kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Praktik politik uang jelang Pemilihan Umum (Pemilu) cenderung sulit diproses hukum. Sebab, meskipun ada laporan atau temuan indikasi politik uang, namun alat bukti maupun saksi, ketika ada indikasi tersebut.

Bacaan Lainnya

Padahal menurut salah saorang warga Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DIY, Sigit Triyana, sebenarnya praktik-praktik kecurangan dalam proses Pemilu seperti itu telah membuat sebagian masyarakat jenuh dan membingungkan.

Oleh karenanya, Sigit berharap, ada keberanian dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang diikuti oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk para relawan, utamanya dari unsur mahasiswa.

“Mahasiswa itu harus segera bertindak itu!” kata Sigit kepada wartawan, usai Sarasehan Desa Anti Politik Uang (APU), di Sardonoharjo, Baru-baru ini.

Mahasiswa, anggap Sigit, cenderung tak memiliki tendensi kepentingan, dibandingkan masyarakat yang dijadikan obyek dalam praktik politik uang.

OTT Sulit Direalisasikan(?)

Namun, berbeda halnya dengan Koordinator Umum Komunitas Independen Sadar Pemilu (Kordum KISP), Muhammad Edward Trias Pahlevi yang justru berpendapat bahwa OTT akan sulit direalisasikan. Edward berdalih, jika nantinya para relawan diminta menjadi saksi atas adanya indikasi praktik politik uang, maka semestinya ada aturan yang jelas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) antara cost politic dengan money politic, sehingga ketika OTT dilakukan, para saksi tidak malah terjerat hukum.

“Kami juga belum mengetahui secara jelas bagaimana melakukan OTT itu, dengan membedakan cost politic, mana money politic,” ucapnya. Meski begitu, Edward menyatakan, KISP siap mendukung untuk pengungkapan kasus-kasus politik uang.

Sementara Ketua Bawaslu Sleman, Abdul Karim Mustofa mengaku, terkait OTT, pihaknya terbentur pada kewenangan yang berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih, hingga saat ini, KPU belum menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) yang secara jelas mengatur tentang batasan antara politik uang dengan biaya politik.

Dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kata Karim, pemidanaan diatur dalam pasal 515,521, dan 523. Sedangkan tentang politik uang ada di pasal 280, 284, dan 286. Namun sayangnya, belum ada PKPU sebagai aturan turunan yang lebih detail mengenai penjabaran dari pasal-pasal tersebut.

“Karena kalau tidak ada PKPU, maka itu menjadi semacam politik uang yang dilegalkan,” tegas Karim. (Rep-01)

Pos terkait