Warga Sleman Sambut Baik Kebijakan Aborsi Korban Pemerkosaan

SLEMAN (kabarkota.com) – Sejumlah warga Sleman menyambut baik pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Terutama, terkait kebijakan yang membolehkan perempuan korban pemerkosaan melakukan aborsi.
“Sebagai perempuan, saya menganggap kebijakan tersebut tepat, dengan catatan ada bukti bahwa wanita tersebut diperkosa dan sudah diperiksa oleh tim ahli,” kata Diah Novitasari, seorang Ibu Rumah Tangga di wilayah Godean, Sleman, kepada kabarkota.com, Jumat (15/8).
Ibu dua anak ini menganggap ibu dan anak korban asusila umumnya akan menanggung beban psikologis yang berat. Untuk itu, perempuan 34 tahun ini berharap, agar pelaku pemerkosaan juga mendapatkan hukuman yang lebih berat, dari sekedar hukuman penjara.
“Kalau perlu pelakunya dikebiri atau dirajam saja supaya mereka jera, dan tidak mudah melakukan kejahatan seksual, karena hukumannya berat,” pinta dia melalui telepon seluler.
Senada dengan Diah, Seorang Ibu rumah tangga di wilayah Gamping, Sleman, Erisha juga menyatakan setuju dengan langkah pemerintah tersebut.
“Saya setuju saja asalkan kehamilannya karena perkosaan, dan aborsinya sebelum usia kandungan 10 minggu, karena itu relatif lebih aman,” kata Chacha, panggilan akrab ibu 31 Tahun ini.
Chacha juga menilai, perempuan korban tindak asusila biasanya tidak siap menghadapi kehamilan. Hanya saja ia berharap, agar pemerintah lebih jeli dalam menerapkan kebijakan ini nantinya. Misalnya, tidak semua dokter boleh melakukan praktek aborsi.
Sebelumnya, melalui media (14/8), Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi mengatakan, PP Kesehatan Reproduksi ini merupakan turunan dari UU Kesehatan No 26 Tahun 2009.
Dalam PP tersebut, perempuan yang diperbolehkan melakukan aborsi, hanya mereka yang mengalami kedaruratan medic dan korban pemerkosaan, yang dibuktikan oleh tim ahli. Selain itu juga, usia kehamilannya masih di bawah 40 hari, terhitung dari haid pertama pada datang bulan yang terakhir.

Pos terkait