Waspadai, 2 Potensi Pelanggaran dalam Proses Pengumpulan Dukungan bagi Bakal Calon Anggota DPD

Sosialisasi Tata cara dan Mekanisme Pendaftaran Bakal Calon Anggota DPD pda Pemilu Tahun 2024 di DIY, pada 30 November 2022. (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dalam proses menuju Pemilu 2024 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih banyak memanfaatkan platform digital untuk memudahkan penyelenggaraan Pesta Demokrasi lima tahunan. Salah satunya, penggunaan aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon) untuk mendukung proses pengumpulan dukungan minimal pemilih bagi bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Bacaan Lainnya

Ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan mengatakan, data-data yang berisi nama, NIK, tempat tanggal lahir, dan alamat pemilih yang diunggah dalam bentuk softfile itu akan memudahkan petugas dalam melakukan proses verifikasi administrasi. Misalnya, jika ditemukan ada kegandaan identik atau yang memiliki kesamaan nama, NIK, tempat tanggal lahir, dan alamat pemilih di internal data bakal calon anggota DPD yang bersangkutan.

“Bagi para calon, aplikasi ini juga bermanfaat. Mereka bisa melakukan pengecekan sendiri secara manual, guna menghindari pinalti,” jelas Hamdan usai Sosialisasi Tata cara dan Mekanisme Pendaftaran Bakal Calon Anggota DPD pda Pemilu Tahun 2024 di DIY, pada 30 November 2022.

Pinalti yang dimaksud, jelas Hamdan, dalam bentuk pengurangan 50 suara pendukung, jika ditemukan satu kegandaan identik dari identitas pemilih. Aplikasi akan secara otomatis mendeteksi adanya potensi kegandaan tersebut sehingga tidak merugikan bagi calon yang tidak sengaja memasukkan data ganda.

“Pada Pemilu sebelumnya, ada dukungan bakal calon anggota DPD yang hampir habis karena pengurangan akibat pinalti karena kurang teliti dalam input data. Waktu itu, kami melakukan verifikasi administrasi secara manual dengan menggunakan hardfile,” ungkapnya.

Selain itu, KPU juga akan melakukan klarifikasi terkait pekerjaan pemilih yang tercantum dalam KTP elektronik. Mengingat, masa berlaku kartu identitas ini seumur hidup. Pihaknya mencontohkan, jika di KTP tercantum pekerjaannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) ataupun TNI/Polri yang tidak diperbolehkan menjadi pendukung dalam Pemilu, maka pihaknya akan mengklarifikasi kepada calon pemilih yang bersangkutan.

“Jika ternyata sudah pensiun, maka dukungannya dinyatakan memenuhi syarat,” tegas Hamdan.

Di lain pihak, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Agus Muhamad Yasin juga menyebut bahwa ada dua potensi pelanggaran dalam proses penyerahan dan verifikasi persyaratan minimal dukungan pemilih bakal calon anggota DPD. Pertama, kegandaan internal dan eksternal. Kedua, pencatutan identitas.

Tangani Pelanggaran Pemilu, Bawaslu DIY Bentuk Sentra Gakumdu

Sementara itu, Ketua Bawaslu DIY, Sutrisnowati menambahkan, beragamnya bentuk pelanggaran di era digital yang semakin pesat berdampak pada kemampulan lembaga penegak hukum dalam proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Pemilu.

Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebut Wati, diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas penegakan hukum Pemilu. Dalam UU tersebut, dikenal mekanisme penindakan pelanggaran yang dibagi dalam lima kelompok, yakni: 1) pelanggaran administrasi; 2) pelanggaran kode etik; 3) netralitas ASN/TNI/Polri; 4) Pidana Pemilu; dan 5) pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.

“Pemisahan jenis pelanggaran Pemilu tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan proses penegakan hukum Pemilu,” jelas Wati dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com.

Selain itu, UU Pemilu juga mengatur tentang adanya Sentra Penegakan Hukum Termadu (Gakkumdu) yang merupakan pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana Pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu DIY terlah menandatangani kerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan, guna menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak Pidana Pemilu, pada 30 November 2022.

“Kami mempunyai kewajiban bersama untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran Pemilu,” ucapnya. (Rep-01)

Pos terkait