Pelaksana Harian Yayasan Omah Kreasi Centre Yogya, Donum Theo (dok. istimewa)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Yayasan Omah Kreasi Centre Yogyakarta menilai, upaya pemerintah RI bersama negara-negara yang tergabung dalam G20 untuk melakukan transformasi digital telah membuka peluang bagi masyarakat kecil untuk menjadi bagian dari rantai pemasok global.
Pelaksana Harian Yayasan Omah Kreasi Centre Yogya, Donum Theo berpendapat bahwa saat ini, ekonomi digital memiliki peran strategis sebagai upaya bangkit bagi masyararkat di tengah tantangan global, khususnya pasca pandemi Covid-19.
“Manfaat digital semacam ini seharusnya dapat dirasakan secara merata, bahkan diwujudkan sebagai masa depan dunia digital yang inklusif, kata Theo dalam siaran persnya, Kamis (17/11/2022).
Menurutnya, tiga fokus utama yang disampaikan Presiden, Joko Widodo (Jokowi) dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 semestinya mampu membuka kesadaran semua pihak untuk segera mengambil bagian dalam upaya transformasi digital ini.
Aparatur Sipil Negara di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI juga beranggapan bahwa isu terbesar saat ini adalah membangun kepercayaan masyarakat terhadap sektor digital, khususnya terkait perlindungan data pribadi dan informasi dan transaksi elektronik. Terlebih, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Kedua UU tersebut, kata Theo, bisa menjadi komponen penting bagi upaya transformasi digital di Indonesia. Meskipun, banyak hal yang masih perlu disempurnakan sehingga produk hukum itu tidak sekadar menjadi alasan untuk berkelit atas keotonoman hukum, legalisme, dan kekakuan peraturan lainnya. Melainkan, hadir sebagai perwujudan hukum yang mengangkat harkat dan martabat masyarakat Indonesia.
“Upaya mengangkat masyarakat kecil yang didorong menjadi bagian dari rantai pasok global itu sekigus menjadi tantangan bagi masyarakat global yang jumlah penduduknya kini mencapai 8 Miliar, sebagaimana dinyatakan oleh PBB, ” sambungnya.
Terlebih, Sustainable Development Goals (SDG’s) menuntut agar tidak ada seorang pun yang tertinggal atau pun ditinggalkan. Termasuk, kelompok miskin dan rentan agar semua mendapatkan manfaat digital yang inklusif.
Hanya saja, pria asal Yogyakarta ini tak memungkiri bahwa transformasi digital masih menyisakan berbagai pekerjaan rumah di Indonesia. Namun, tujuan pembangunan berkelanjutan dapat disokong upaya transformasi digital dengan mengedepankan tanggung jawab, solidaritas, dan kemanusiaan global, tandasnya.
Sebelumnya dalam sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi G20, Presiden Jokowi menyampaikan tiga fokus utama , yaitu kesetaraan akses digital, literasi digital, dan lingkungan digital yang aman.
Presiden mengungkapkan, persoalan kesetaraan akses digital terlihat dari sejumlah 2,9 miliar penduduk dunia belum terhubung dengan internet, termasuk 73 persen penduduk negara kurang berkembang.
“Infrastruktur digital juga belum merata, 390 juta orang tinggal di wilayah tanpa internet nirkabel. Ketimpangan ini harus segera kita perbaiki agar infrastruktur digital terjangkau bagi semua,” sebut presiden Jokowi.
Di samping itu, persoalan literasi digital juga masih membayangi masyarakat di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, penguatan kapasitas digital menjadi kebutuhan untuk bisa ambik bagian dalam ekonomi digital di masa depan.
Lingkungan digital yang aman, lanjut presiden, seharusnya mampu meminimalisir dampak hoaks, ujaran kebencian, perundungan, hingga kejahatan siber.
Pihaknya berpandangan bahwa kebocoran data akibat kejahatan siber berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga 5 triliun dolar AS pada tahun 2024. Untuk itu, keamanan digital dan perlindungan privasi harus dijamin.
“G20 harus mampu membangun kepercayaan sektor digital, termasuk melalui tata kelola digital global,” harap presiden. (Ed-01/adv.)